01 - Jas Hujan

Liburan menjelang idul fitri telah tiba, para murid tengah kabur membebaskan diri daripada tugas yang diberikan. Diantaranya ada yang menyibukkan diri dengan tadarusan, beberapa sibuk memilah-milah baju baru untuk dikenakan ketika hari raya, yang lain masih nyenyak tidur menunggu berbuka, dan ada pula yang membantu ibunya membagikan sembako ke tetangga terdekat maupun kerabat. Sama halnya seperti Anin dan Eshal yang ditugaskan untuk mengirim sembako ke rumah nenek di Kabupaten sebelah.

“Astaghfirullahaladzim, cepetan Anin, takut hujan nanti”, panggil Eshal sembari melipat jas hujan untuk kemudian dibawanya.

“Ya Allah gusti, iya-iya bentar ambil HP”

Yang ditakutkan terjadilah. Baru 15 menit perjalanan, dua saudara ini diguyur hujan deras tepat ketika berhenti saat lampu merah. Setelah lampu menunjukkan cahaya hijaunya, mereka melipir berhenti di depan toko yang tak kelihatan dagangannya. Bahasa mudahnya, toko yang sedang tutup. Lantas berapa lamakah mereka akan berhenti? Tidak lama. Niat mereka bukan untuk menunggu guyuran hujan mereda, melainkan memakai jas hujan yang tadi sudah mereka persiapkan.

Setelah melanjutkan perjalanan dimenit ke 15 selanjutnya, yang dimana sudah menghantarkan mereka melewati tugu ‘selamat datang’ di kabupaten baru, langit begitu terang benderang. Cuaca sangat cerah, tidak terlihat setetes pun air hujan turun di kabupaten tersebut.

“Eh, stop-stop-stop-stop-stop”, seru Anin.
“Mau ngapain?”, tanya si supir. Eshal namanya.
“Berhenti dulu yok, copot jas hujan”, ajaknya.
“Nanti aja sekalian, 15 menitan lagi sampe”
“Disini terang benderang lho, dilihatin yang lain kan aneh”
“Nggak papa, ngapain kita mikirin pendapat orang lain”, jawab Eshal.

Mendengar perkataan Eshal membuat Anin mengurungkan apa yang ingin ia sampaikan.
“Anin?”, panggil Eshal.

Dengan suasana hati yang sedikit berantakan, Anin merespon si Eshal, “Malulah”

Eshal tertawa, “Kan mereka nggak tahu apa yang kita lewatin”
“Nah, itu dia. Karena nggak tahu jadi menilai aneh”, jawab Anin.
“Sebenarnya orang-orang nggak bakalan mikir sebegitunya sama orang lain lho Nin”
“Ya siapa tahu”
“Nah itu dia, nggak usah nyari tahu. Biarin aja”
“Dilihatin lho”
“Biarin. Cuma kita yang bener-bener tahu gimana perjalanan tadi. Orang-orang bisa menilai apapun itu. Tapi mereka nggak bener-bener tahu seperti apa yang udah kita laluin tadi”, ucap Eshal.

Anin yang mendengarnya kini diam dan tidak lagi menjawab. Ia kepikiran dengan makna dari kalimat yang Eshal lontarkan tadi ketika mencoba memaknai alasan tentang jas hujan yang tidak perlu ia lepas karena khawatir tentang pandangan orang lain.

Benar. Dalam hidup ini, kita sering merasa dihantui dengan pendapat orang lain. Memang benar bahwa setiap orang memiliki pandangan masing-masing, tetapi bukan berarti mereka akan sebegitu perdulinya padamu sampai-sampai mengomentari segala hal. Apa adanya, tunjukkan bahwa kita sama sekali tidak terpengaruh akan hal tersebut. Tetaplah menjadi diri kita sendiri. Biarlah komentar-komentar berdengung dari sana sini. Toh, Cuma kita sendiri yang tahu apa yang sudah dilewatin tadi.

Sembari memikirkan bagaimana ia akan menyusun kalimat tersebut dalam buku catatan “THE WISE THINGs FROM THE WISER ONE”, perjalanan sudah selesai. Kedua saudara itu telah sampai.

“Wa’alaikumussalam”, jawab seseorang dari dalam rumah penuh kerinduan.

Episode 02 - Tukang Parkir
Bersambung

この記事が気に入ったらサポートをしてみませんか?